Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) sendiri telah mengatur secara jelas bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis.
Penjelasan Pasal 8 UU PPh nomor 36 tahun 2008 menyatakan: penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga ( dalam hal ini suami).
Maksudnya, penghasilan dan kerugian isteri akan dianggap sebagai penghasilan dan kerugian suami, sehingga dikenai pajak bersama. Namun jika penghasilan isteri hanya didapat satu pemberi kerja dan tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami, maka tidak akan digabung. Dengan catatan penghasilan tersebut telah dipotong pajak oleh pemberi kerja.
Maka atas penghasilan isteri tersebut akan dilaporkan dalam lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, bukan dalam kolom induk. Yaitu dalam kolom: Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan/atau bersifat Final.
Sebagai konsekuensi kewajiban perpajakan ada di suami sebagai kepala keluarga, otomatis kewajiban ber-NPWP itu juga ada pada suami. Mungkinkah suami isteri melakukan kewajiban pajak terpisah, dan isteri memiliki NPWP sendiri?
Dalam Pasal 8 ayat (2) UU PPh mengatur ada tiga kondisi suami-isteri dapat dikenakan pajak secara terpisah:
Pertama suami-isteri telah berpisah (bercerai). Sudah sewajarnya memang jika pajaknya dikenakan terpisah. Biasanya tanggungan anak akan tergantung perjanjian, ikut suami atau isteri.
Kedua berdasarkan perjanjian tertulis pisah harta oleh suami-isteri.
Ketiga isteri ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak terpisah dari suami, meski tidak ada perjanjian tertulis pisah harta. Kasus Rico termasuk dalam kategori ini.
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 jelas mengatur jika isteri ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
Untuk pertimbangan pribadi (misal: mengajukan pinjaman bank, dll) isteri dapat saja memiliki NPWP sendiri, terpisah dari suami karena memang aturannya memungkinkan. Namun bagaimana dengan implikasi hukum pajaknya?
Penghitungan Pajak Suami-Isteri Beda NPWPKetika isteri dalam status kawin tanpa perjanjian tertulis pisah harta memiliki NPWP sendiri maka pengenaan pajaknya telah diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu penghasilan neto suami-isteri digabung kemudian besaran masing-masing pajak suami-isteri tersebut dihitung sesuai perbandingan penghasilan neto mereka.
Resikonya pengenaan tarif pajak progresif atas penghasilan gabungan suami-isteri ini akan mengakibatkan pajak mereka jadi kurang bayar, seperti yang dialami Rico di atas. Kita bisa lihat ilustrasi perbandingan pajak yang dikenakan jika isteri punya NPWP sendiri atau jika ikut suami.
Contoh KasusRico dan Isteri menikah, tetapi tidak memiliki anak. NPWP hanya dimiliki Rico sebagai kepala keluarga. Rico bekerja di PT. Sumber Makmur. Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh Rico sebesar Rp. 100.000.000,-. Sedangkan istrinya bekerja di PT. Maju Terus dengan penghasilan netto setahun Rp. 50.000.000,-. Atas penghasilan mereka sudah di potong pajak oleh pemberi kerja dengan perhitungan sebagai berikut:
Suami Penghasilan Netto | : | 100.000.000 |
PTKP (K/0) | : | (26.325.000) |
Penghasilan Kena Pajak | : | 73.675.000 |
PPh Terutang setahun | : | - |
5% x 50.000.000 | : | 2.500.000 |
15% x 23.675.000 | : | 3.551.250 |
Jumlah | : | 6.051.250 |
Isteri Penghasilan Netto | : | 50.000.000 |
PTKP (TK/0) | : | (24.300.000) |
Penghasilan Kena Pajak | : | 25.700.000 |
PPh Terutang setahun | : | - |
5% x 25.700.000 | : | 1.285.000 |
Penghasilan suami-isteri digabung Penghasilan Netto Suami | : | 100.000.000 |
Penghasilan Netto Isteri | : | 50.000.000 |
Total Penghasilan Netto | : | 150.000.000 |
PTKP (K/I/0) | : | (50.625.000) |
Total Penghasilan Kena Pajak | : | 99.375.000 |
PPh Terutang Setahun | : | - |
5% x 50.000.000 | : | 2.500.000 |
15% x 49.375.000 | : | 7.406.250 |
Jumlah | : | 9.906.250 |
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami
PPh terutang | : | - |
(100.000.000/150.000.000) x 9.906.250 | : | 6.604.167 |
Kerdit pajak PPh 21 | : | (6.051.250) |
PPh kurang bayar | : | 552.917 |
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh isteri
PPh terutang | : | - |
(50.000.000/150.000.000) x 9.906.250 | : | 3.302.083 |
Kerdit pajak PPh 21 | : | (1.285.000) |
PPh kurang bayar | : | 2.017.083 |
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika isteri memiliki NPWP sendiri ada kekurangan pajak sebesar Rp. 2.570.000,- yang harus dibayar Rico dan isteri. Sementara jika NPWP hanya dimiliki oleh Rico maka tidak ada kekurangan pajak, karena telah dipotong perusahaan.
Dengan menyandingkan konsekuensi pengenaan pajak jika isteri memiliki NPWP sendiri terpisah dari suami, akan jadi pertimbangan Wajib Pajak sebelum memutuskan apakah sebaiknya isteri ber-NPWP sendiri atau tidak. Sehingga kasus Rico tak perlu terulang. Karena banyaknya permohonan penghapusan NPWP, berarti menambah beban kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) juga.
Sumber : http://www.pajak.go.id