Dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tanggungjawab kita sebagai pelaksana UN bukan sekedar tanggungjawab konstitusional tetapi juga tanggungjawab moral. Tanggungjawab moral ini justru lebih berat daripada tanggungjawab konstitusional. Oleh karena itu pelaksanaan UN harus memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter dan moral bagi bangsa Indonesia. Jika UN tidak memberikan kontribusi dalam pembentukan moral, maka apa yang kita laksanakan akan sia-sia, sementara sudah banyak pikiran, tenaga, dan biaya yang kita keluarkan.
Ketua BSNP Zainal A. Hasibuan dalam paparannya mengajak semua pihak untuk berkontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi anak bangsa kita melalui penguatan sistem penilaian, mulai dari penilaian oleh pendidik, penilaian oleh sekolah, sempai ke penilaian oleh pemerintah dalam bentuk UN.
Zainal mengingatkan bahwa fungsi UN bukan untuk memberikan sanksi atau penalty kepada peserta didik dan satuan pendidikan, tetapi difungsikan sebagai diagnostik sehingga program pembinaan dan intervensi menjadi tepat guna dan sasaran. Lebih lanjut Ketua BSNP juga menekankan pentingnya intervensi teknologi dalam pelaksanaan UN melalui UN Berbasis Komputer atau Computer Based Test.
UN Sebagai Barometer
Jika ada sekolah, tambah Totok, yang memberikan nilai delapan kepada peserta didik, apa arti nilai delapan tersebut? Apakah nilai delapan tersebut bisa dibandingkan dengan nilai delapan di sekolah lain? Bagi pengguna, seperti perguruan tinggi, bagaimana menyikapi nilai delapan tersebut?
Menurut Totok, variasi dan keragaman nilai ini bisa diatasi jika ada barometer,yaitu nilai UN. Oleh sebab itu, peserta didik yang mendapat nilai delapan untuk mata pelajaran matematika misalnya, setelah dilakukan penyetaraan dengan nilai UN, bisa jadi nilai delapan tersebut setara dengan nilai tujuh dalam UN.
Dengan demikian, meskipun nilai UN tidak lagi berfungsi untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, eksistensi UN masih sangat penting dalam pengendalian mutu pendidikan.
Terkait dengan peran guru sebagai pendidik dalam melakukan penilaian, Totok mengingatkan agar guru tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai obyek yang dinilai dengan skor tertentu, tetapi juga menjadikan mereka senantiasa siap melakukan perbaikan melalui umpan balik yang diberikan guru dalam proses pembelajaran. Melalui cara seperti ini para guru diharapkan mampu menjadikan penilaian sebagai cara untuk memperbaiki proses pembelajaran (assessment as learning).
MoU Dengan Kemenristek DIKTI
Kepala Balitbang dalam pengarahannya juga mengatakan bahwa untuk pelaksanaan UN tahun 2016, Kemendikbud dan Kemenristek DIKTI telah sepakat untuk melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Diantara lingkup atau aspek yang dituangkan dalam MoU ini adalah peran perguruan tinggi dalam pelaksanaan UN.
Dengan adanya MoU ini, penetapan perguruan tinggi negeri koordinator pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) akan dilakukan Kemenristek DIKTI. Tahun lalu penetapannya dilakukan BSNP berdasarkan rekomendasi dari Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri. MoU ini juga menunjukkan keseriusan dalam pelaksanaan UN sehingga hasilnya menjadi kredibel, akseptabel, dan akuntabel.
UN Bagi Daerah Terkena Bencana Asap
Sebagaimana kita ketahui bersama, sudah lebih dari empat bulan ada tujuh provinsi yang terkena bencana asap akibat kebakaran hutan gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan Tengah. Pemerintah Daerah di provinsi tersebut telah mengambil kebijakan untuk meliburkan proses pembelajaran selama terjadi kabut asap.
Menyikapi kondisi tersebut, menurut Dadang Sudiyarto Sekretaris Balitbang, melalui rapat pimpinan Kemdikbud telah diambil kebijakan untuk memberikan dispensasi dalam pelaksanaan UN bagi sekolah-sekolah yang diliburkan lebih dari 28 hari. Jadwal UN akan dibedakan dengan dengan daerah yang tidak terkena bencana dan modus UN dilaksanakan dengan UN CBT.
Peningkatan Indeks Intergritas
Kepala Balitbang juga mengingatkan peserta rakor untuk selalu meningkatkan indeks integritas sebagai cerminan dari pelaksanaan UN yang jujur, transparan, profesional, dan akuntabel.
Salah satu cara meningkatkan indeks integritas dalam pelaksanaan UN adalah melalui intervensi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yaitu UN berbasis komputer atau Compter Based Test (CBT). Dalam hal ini Puspendik telah melakukan rintisan UN CBT pada tahun 2015 dan akan diperluas dalam pelaksanaan UN tahun 2016.
Menurut Nizam Kepala Puspendik, pelaksanaan UN CBT tahun 2015 mendapat respon positif dari berbagai pihak. UN CBT dirasakan lebih efektif, efisien, dan kredibel dibanding dengan UN berbasis kertas. Respon positif ini dapat dilihat dari meningkatnya peserta UN CBT dari 554 pada tahun 2015 menjadi 2.500 hingga hari ini (saat rakor ini dilaksanakan) dan akan bertambah lagi sampai batas akhir pendataran yang diperpanjang sampai tanggal 15 November 2015.
Namun tidak dinafikan, kondisi di lapangan, sebagaimana diungkapkan Nizam, masih terdapat pihak tertentu yang bersikap resisten terhadap UN CBT. Bahkan ada sekolah yang semula sudah bersedia melaksanakan UN CBT, tetapi akhirnya mengundurkan diri dan memilih melaksanakan UN berbasis kertas. Dalam hal ini, Nizam menegaskan bahwa peserta yang sekarang menggunakan UN CBT, hasilnya tidak berbeda dengan mereka yang mengikuti UN PBT. Jika ada peserta UN PBT yang hasilnya berbeda dengan hasil UN CBT, dipastikan kejujuran peserta terjamin. Artinya, mereka memiliki indeks integritas yang tinggi.
Oleh karena itu, Nizam mengajak peserta rakor untuk meyakinkan calon peserta UN, orang tua siswa, dan guru bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dengan UN CBT. Sebab sistem aplikasinya dibuat seramah mungkin bagi pengguna (friendly user) dan prinsip keadilan sangat dipegang teguh.
(Sumber : Badan Standar Nasional Pendidikan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar